Perlukah Kenaikan Harga BBM direalisasikan??? |
Hai sobat-sobat blogger Universitas Jember. Menurut kalian apa topik yang sedang hangat diperbincangkan dan diperdebatkan akhir - akhir ini?. Arya Wiguna, Arya Wibowo yang mengalami kecelakaan, atau Julia Perez yang baru bebas dari penjara? yup, itu salah satu topik yang sedang hangat dibicarakan, namun kami di sini bukan mau ngegosip yah, hehe. Oke, kembali ke permasalahan di atas, bagi kalian yang menjawab topik tentang kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), yup, kalian benar, topik itu yang akan kita bahas kali ini.
Seperti kita tahu bahwa kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) menjadi perbincangan akhir - akhir ini dalam masyarakat. Mulai dari remaja sampai orang dewasa bahkan mungkin anak - anak, dari kelas bawah, menengah, maupun kelas atas. Dan yang akan kami bahas disini adalah perdebatan apakah harga Bahan Bakar Minyak (BBM) perlu atau tidak perlu naik? Ok, Check this Out!
Dikutip dari vivanews.com Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah memastikan akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dalam waktu dekat.Berbagai argumen dikeluarkan untuk memperkuat pendapat, baik yang pro maupun kontra atas rencana kenaikan harga BBM.
Pro & kontra kenaikan harga BBM. |
Salah satu pendukung rencana kenaikan harga BBM ini adalah fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Apa pertimbangan harga BBM harus dinaikkan?Meski kenaikan harga BBM adalah keputusan politik-ekonomi, Rommy berpendapat setidaknya ada lima alasan yang rasional mengapa BBM bersubsidi harus dirasionalisir naik, dengan atau tanpa kompensasi.
"Harga BBM bersubsidi Rp 4.500 per liter terlalu murah, jauh berbeda dengan harga BBM industri yang mencapai Rp 9.300 per liter," kata dia dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (4/6/2013).
Harga BBM Indonesia, kata Rommy, termurah di kawasan ASEAN. Menurut Rommy, bandingkan harga Rp 4.500 di Indonesia untuk Ron 90, misalnya dengan Vietnam untuk Ron 92, yang mencapai Rp 15.553, di Laos Rp 13.396, di Kamboja Rp 13.298, di Myanmar Rp 10.340.
"Bahkan harga BBM bersubsidi Indonesia adalah yang termurah di dunia untuk ukuran negara net importer," kata Rommy.
Murahnya harga BBM telah merangsang penyelundupan, baik kepada sektor industri atau pertambangan, maupun penyelundupan ke luar negeri.
Sebagai bukti nyata, lanjut dia, adanya dugaan penimbunan atau penyelundupan BBM oleh seorang oknum polisi di Papua, "Jika seorang oknum AIPTU saja demikian, bukankah besar kemungkinan banyak lagi oknum lainnya," imbuhnya.
Bukti lain, lanjut Rommy, kuota BBM bersubsidi yang ditetapkan DPR bersama pemerintah setiap tahunnya selalu terlampaui, yang berarti pertumbuhan tingkat konsumsi BBM bersubsidi selalu melampaui prediksi pertumbuhan konsumsi berdasarkan jumlah kendaraan.
"Disinyalir jebolnya kuota ini karena penyelundupan dimana-mana," tegas Rommy.
Harga BBM fosil yang murah, kata Rommy, menghambat munculnya energi alternatif, seperti bahan bakar nabati, baik berbasis etanol maupun CPO. "Tidak bisa bersaing," tegasnya.
Bahan bakar alternatif seperti gas, menurut dia, tidak berkesempatan tumbuh karena harganya relatif dekat dengan BBM bersubsidi.
Sejak awal dekade 2000, Rommy menjelaskan bahwa Indonesia telah beralih status dari negara eksportir menjadi net importir minyak. Hal itu dibuktikan dengan importasi BBM dan minyak mentah yang mencapai lebih sepertiga dari kebutuhan nasional, sehingga harga BBM nasional sangat bergantung kepada harga internasional.
"Publik perlu diberikan pemahaman bahwa perlu pergeseran paradigma dlm meletakkan Indonesia dari eksportir menjadi importir," ujar dia.
Akibat impor BBM yang terus naik, menurut Rommy, berimbas pada defisit fiskal membengkak sehingga mengancam neraca pembayaran.
"Subsidi BBM yang berlangsung selama ini tidak sesuai ketentuan pasal 7 ayat 2 Undang-undang (UU) Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, yang menyebutkan subsidi disediakan untuk kelompok masyarakat tidak mampu," papar dia.
Kenyataannya, lanjut Rommy, subsidi BBM dinikmati lebih 70% oleh kelas menengah pemilik mobil pribadi dan sepeda motor bersilinder tinggi. Sehingga pengurangan subsidi BBM yang disertai kompensasi kepada masyarakat golongan ekonomi terlemah dimaksudkan untuk membenahi subsidi yang salah sasaran itu.
"Seperlima APBN kita tersedot untuk subsidi energi yg bersifat konsumtif," tegas Rommy.
Ruang gerak belanja negara untuk sektor produktif yang lebih bersifat jangka panjang, kata Rommy, menjadi terbatas. Akibatnya daya saing yang tercipta di pasar internasional semu, didominasi oleh produk mentah yang mengandalkan buruh murah dan harga energi yang murah. "Padahal murahnya harga energi karena disubsidi," kata dia.
Dengan sejumlah alasan tersebut, menurut Rommy, rasionalisasi kenaikan harga BBM bersubsidi adalah untuk kemaslahatan anak cucu bangsa. (liputan6.com)Dan dibawah ini adalah salah satu alasan dari salah satu yang menolak kenaikan harga BBM. Apa pertimbangan harga BBM tidak perlu dinaikkan?Umum DPP PDIP Puan Maharani mengatakan dengan tegas sikap partainya untuk menolak kenaikan harga BBM bersubsidi. "Harga BBM bersubsidi itu tidak perlu dinaikkan. Kami akan perjuangkan di rapat paripurna ini," kata Puan sebelum rapat paripurna DPR, Jakarta, Senin (17/6/2013).Puan menilai kenaikan harga BBM bersubsidi hanyalah upaya pemerintah untuk dapat memperoleh dana Rp 42 triliun yang akan digunakan untuk program pencitraan seperti Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) dan bantuan sosial sebanyak Rp 30 triliun.Puan menambahkan, argumentasi pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi tidak tepat. Pemerintah beragumentasi bahwa negara butuh uang belanja untuk subsidi BBM senilai Rp 58 triliun sebagai akibat dari kenaikan harga minyak dunia, penurunan produksi migas dalam negeri dan nilai tukar rupiah yang melemah."Masalahnya, apakah pemerintah mampu memperoleh tambahan uang Rp 58 triliun agar BBM tidak naik? jawabannya mampu. Itulah alasan harga BBM tidak perlu naik," tambahnya.Senada dengan PDIP, bagi anggota Komisi XI dari Fraksi PKS Echy Awal Muharram mengatakan fraksinya juga menolak kenaikan harga BBM bersubsidi. Sebab, kenaikan harga BBM tersebut hanya akan menambah angka pengangguran dan jumlah masyarakat miskin."Tidak ada kondisi yang mendesak untuk menaikkan harga-harga BBM," kata Echy.Di sisi lain, Echy mengemukakan pandangan Fraksi PKS bahwa penyesuaian harga BBM akan menyebabkan kenaikan harga-harga barang yang akan berdampak langsung terhadap daya beli masyarakat."Pemerintah itu melakukan kenaikan BBM ini sesungguhnya berdampak pada kenaikan harga barang, daya beli masyarakat turun," tambahnya. (kompas.com)
Dari pendapat - pendapat diatas mungkin pembaca dapat mengerti dan dapat mengambil kesimpulan sendiri apakah harga BBM itu perlu naik atau tidak. Dan mungkin dari pembaca memiliki pandangan (opini atau komentar) mengenai kenaikan harga BBM, silahkan tulis dalam kolom komentar. Terimakasih
Kunjungi juga artikel yang lain :Potret Universitas Jember
Lomba Blog Unej
FKIP Universitas Jember
Fasilitas Umum Universitas Jember
History of Jember University
Catatan Wajib Maba Unej
Sosok Inspiratif Universitas Jember
SBMPTN 2013
UM Universitas Jember
Menurut saya, BBM perlu dinaikkan guna meningkatkan perekonomian Indonesia dan pemerintah dapat mengalihkan subsidi BBM ke sektor lain, contohnya di sektor pembangunan, dll, tetapi pemerintah juga harus memberikan solusi terhadap dampak yg diakibatkan oleh naiknya harga BBM yang berpengaruh di segala aspek, contohnya naiknya harga kebutuhan pokok, bertambhnya jumlah pengangguran, dll.
BalasHapus